Minggu, 17 Mei 2020
BAB 2 Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai Tukar Rupaih terhadap Return saham ( Studi Pada Perusahaan Properti yang terdaftar di BEI tahun 2017-2018 )
Diposting oleh Anggraeni di 21.35 0 komentar
PENGARUH INFLASI,
SUKU BUNGA KREDIT, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP RETURN SAHAM
(Studi Pada Perusahaan Properti
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2018)
Oleh
:
ANGGRAENI
KUSUMADEWI
NIM 1612000139
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA (ASIAN
BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2020
Faktor
yang mempengaruhi return saham tidak hanya faktor internal perusahaan saja
namun juga faktor eksternal perusahaan, salah satunya yaitu makroekonomi.
Menurut Tandelilin (2010) variabel makroekonomi yang perlu diperhatikan
investor antara lain adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar
rupiah, produk domestik bruto (PDB), anggaran defisit, investasi swasta, serta
neraca perdagangan dan pembayaran. Pada penelitian ini penulis mengembangkan
tiga variabel ekonomi makro yaitu inflasi, suku bunga kredit, dan nilai tukar
untuk mengukur pengaruhnya terhadap return
saham properti.
Inflasi sering digunakan untuk menggambarkan keadaan
perekonomian suatu negara. Menurut Sukirno (2016) inflasi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga yang berlaku dalam
suatu perekonomian. Keadaan meningkatnya harga-harga pada umumnya atau
menurunnya nilai mata uang yang disebabkan oleh banyaknya jumlah uang beredar
namun tidak diimbangi dengan persediaan barang yang meningkat (Setyaningrum & Muljono, 2016).
Inflasi harus stabil
dalam artian tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Menurut Samsul
(2006) Jatuhnya harga saham di pasar diakibatkan oleh inflasi yang tinggi,
sedangkan sangat lambannya pertumbuhan ekonomi di akibatkan oleh inflasi yang
sangat rendah dan pada akhirnya harga saham juga akan bergerak dengan lamban.
Menurut Natsir (2014)
inflasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
INFn
= IHKn – IHKn-1 x 100% …………………………………………
(2.1)
IHKn-1
Keterangan:
IHKn :
Indeks Harga Konsumen periode ke-n
IHKn-1 : Indeks Harga Konsumen pada periode sebelumnya (n-1)
2.1.1.1 Faktor-faktor Penyebab Inflasi
Menurut Sukirno (2016) berdasarkan kepada
sumber atau penyebab kenaikan harga-harga, inflasi biasa dibedakan kepada tiga
bentuk berikut:
1. Inflasi Tarikan
Permintaan
Inflasi ini terjadi ketika perekonomoian sedang
berkembang pesat.
Barang dan jasa yang dikeluarkan melebihi kemapuan
ekonomi ditimbulakan dari kesempatan kerja yang tinggi sehingga menciptakan
pendapatan yang tinggi.
2. Inflasi Desakan biaya
Inflasi desakan biaya terjadi ketika tingkat
pengangguran sangat rendah pada saat masa perekonomian sedang berkembang pesat.
3. Inflasi Diimpor
Inflasi impor atau Imported
Inflation merupakan tingkat harga barang yang diimpor mempengaruhi kenaikan
harga barang lain di dalam negeri.
Menurut Natsir (2014) faktor yang mempengaruhi
inflasi, yaitu:
1. Inflasi karena tarikan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi karena tarikan permintaan yaitu hasil
interaksi antara antara permintaan dan penawaran domestik dalam jangka panjang
yang ditimbulkan dari kenaikan harga-harga.
2. Inflasi karena dorongan biaya (cost push inflation)
Inflasi karena dorongan ini terjadi karena faktor
jasa, yang mengakibatkan produsan harus menaikkan hargga agar pendapatan
keuntungan (laba) dan kegiatan produksi tetap berjalan dalam jangka panjang (sustainable)
3. Inflasi karena ekspektasi
Pembentukkan harga dan upah tenaga kerja sangat dipengaruhi
oleh
ekspektasi inflasi. Para pelaku ekonomi harus memikirkan cara untuk
meminimalkan kerugian yang mungkin akan timbul, seperti melakukan antisipasi
dari prediksi laju inflasi pada periode lalu yang bisa terjadi di masa
mendatang.
2.1.1.2 Jenis-jenis Inflasi
Menurut
Sukirno (2016) berdasarkan kepada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang
berlaku, inflasi terdiri dari beberapa golongan yaitu:
1. Inflasi
Merayap (Creeping Inflation)
Inflasi yang rendah dan lambat berjalan
diiringi dengan presentase yang relatif
kecil dalam waktu yang relatif lama.
2. Inflasi
Menengah (Galloping Inflation)
Kenaikan
harga yang cukup besar dan beberapali berlangsung dalam periode waktu yang
relatif pendek dan mempunyai sifat akselerasi merupakan suatu tanda dari
inflasi menengah.
3. Inflasi
Tinggi (Hyper Inflation)
Inflasi
tinggi merupakan inflasi yang paling parah, pada saat ini nilai uang merosot
tajam yang ditandai dengan kenaikan harga mencapai 5 atau 6 kali.
Sukirno (2016) menyatakan
bahwa besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian
ditentukan oleh suku bunga. Bunga pinjaman yaitu
bunga yang akan diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar
oleh nasabah peminjam kepada bank (Kasmir, 2017). Menurut Kasmir (2017)
perhitungan suku bunga kredit dirumuskan sebagai berikut:
Cost
of Fund = Bunga yang
dibebankan .............................. (2.2)
100% - cadangan wajib
2.1.2.1 Jenis-jenis Suku Bunga Kredit
Menurut Kasmir (2017) Pembebanan atau metode
perhitungan besarnya suku bunga kredit dibedakan kepada jenis kreditnya. Metode
pembebanan bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Sliding rate
Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa
pinjamannya sehingga jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurung
seiring dengan turunnya pokok pinjaman. Namun, pembayaran pokoknya pinjaman
yang sama setiap bulannya.
2.
Flat rate
Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah
pinjamannya, demikian pula pokok pinjaman dan cicilan setiap bulan juga dibayar
sama sampai kredit tersebut lunas.
3.
Floating rate
Pembebanan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada di
pasar uang sehingga bunga yang dibayar setiap bulannya sangat tergantung dari
pasar uang di bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih tinggi
atau lebih rendah dari bulan yang besangkutan yang pada akhirnyaakan
berpengaruh terhadap cicilan setiap bulannya.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Menurut
Kasmir (2017) faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga adalah sebagai
berikut:
1.
Kebutuhan Dana
Faktor kebutuhan dana ini dikhususkan untuk dana
simpanan sebagai besaran kebutuhan dana yang diinginkan. Ketika permohonan
pinjaman meningkat sementara bank sedang kekurangan dana, maka meningkatkan
suku bunga simpanan adalah cara cepat untuk memenuhi dana. Namun, dengan
meningkatnya suku bunga simpanan maka akan meningkatkan suku bunga
pinjaman.
2.
Persaingan
Tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan
cukup ketat ketika kondisi tidak stabil danbank kekurangan dana, maka bank
harus bersaing dengan bank lainnya. Cara untuk menghadapi pesaing yaitu bunga
pinjaman harus berada di bawah bunga pinjaman yang diberikan pesaing, hal ini
dilakukan supaya dana pinjamandapat tersalurkan walaupun margin laba
mengecil.
3.
Kebijaksanaan Pemerintah
Faktor kebijaksanaan pemerintah dikhususkan untuk
bunga simpanan dan bunga pinajaman. Maksud dari kebijaksanaan pemerintah yaitu
bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah baik
dalam pemberian bunga simpanan maupun bunga pinjaman.
4.
Target Laba yang
Diinginkan
Faktor dari target laba ini dikhususkan untuk bunga
pinjaman. Ketika di bank terdapat banyak dana simpanan, sedangkan permohonan
pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan diturunkan karena hal ini termasuk
beban bagi bank.
5.
Jangka Waktu
Besarnya kemungkinan risiko di masa mendatang,
menyebabkan meningkatnya bunga pinjaman dari jangka waktu pinjaman yang semakin
panjang. Demikian sebaliknya, jika bunga relatif lebih rendah hal itu
disebabkan karena jangka waktu pinjaman yang lebih pendek.
6.
Kualitas Jaminan
Faktor kualitas jaminan juga ini dikhususkan untuk
bunga pinjaman. Semakin likuid jaminan yang diberikan oleh nasabah, maka
semakin rendah bunga kredit yang diberikan bank dan sebalikanya.
7.
Reputasi Perusahaan
Tingkat suku bunga yang dibebankan nantinya ditentukan
oleh bonafiditas suatu perusahaan yang memperoleh kredit, karena risiko kredit
macet di masa mendatang relatif kecil kemungkinannya terjadi pada suatu
perusahaan bonafid dan sebaliknya.
8.
Produk yang Kompetitif
Tingginya tingkat perputaran produk yang kompetitif
untuk mengharapkan pembayaran yang lancar sehingga bunga kredit yang diberikan
relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
9.
Hubungan Baik
Bunga pinjaman biasanya dikaitkan dengan faktor
kepercayaan terhadap lembaga pemberi pinjaman. Nasabah terdiri dari dua
golongan, yaitu golongan utama dan biasa yang penggolongannya berdasarkan
keaktifan dan loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Hubungan baik
dengan bank bisa menetukan suku bunga yang berbeda antara nasabah utamadan
nasabah biasa.
10. Jaminan Pihak Ketiga
Penerima kredit yang dibankan untuk menanggung segala
risiko adalah pihak yang memberikan jaminan kepada bank. Jaminan bonafid yang
biasanya diberikan oleh bank, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik
maupun loyalitasnya terhadap bank membuat bunga yang dibebankan berbeda.
Demikian sebaliknya, ketika jaminan pihak ketiga tidak dapat digunakan oleh
pihak perbankan hal ini disebabkan karena pihak ketiga yang kurang bonafid atau
tidak dapat dipercaya.
Harga atas nilai mata uang asing suatu negara
dinyatakan dalam nilai mata uang asing negara lain ditunjukkan oleh kurs valuta
asing atau mata uang asing yang dapat didefinisikan sebagai jumlah mata uang
domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk
memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2016). Peningkatan di dunia
usaha untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif di sebabkan dari nilai tukar yang stabil (Saputra & Dharmadiaksa, 2016). Nilai tukar yang
menguat dan melemah akan berdampak pada besaran
nilai IHSG. Para investor akan menanamkan dana nya di pasar modal apabila nilai
tukar menguat, seperti meningkatnya nilai rupiah (kurs terapresiasi) yang
disebabkan karena produk Indonesia yang banyak terjual di pasar dunia, sehingga
para investor akan memburu saham-saham domestik yang membuat harga saham
meningkat atau dengan kata lain IHSG terdongkrak, namun para investor akan
mengganti investasinya ke dalam investasi lainnya jika nilai tukar sedang
melemah (kurs terdepresiasi), hal ini dilakukan untuk menghindari risiko yang
mungkin akan terjadi. Sehingga kondisi dari variabel makroekonomi sanagat
mempengaruhi besaran nilai IHSG (Putra, 2019).
Perhitungan nilai tukar menurut Setyaningrum dan Muljono (2016) dirumuskan
sebagai berikut:
Kurs tengah = kurs jual + kurs
beli ……………………………………… (2.3)
2
2.1.3.1 Jenis-jenis Nilai Tukar
Menurut Sartono
(2015) kurs dibedakan menjadi tiga jenis transaksi yaitu:
1. Kurs
Beli dan Kurs Jual
Kurs beli (bid rate) adalah Satu mata uang yang
dibeli oleh bank, sedangkan kurs jual (offer
rates) adalah Bank menawarkan suatu mata uang untuk dijual dengan harga
yang lebih tinggi dari kurs beli. Selisih dari kurs beli dan kurs jual disebut bid-offer, spread atau trading margin.
2. Kurs
Silang
Kurs silang (cross exchange rate) adalah Penggunaan
mata uang lain sebagai pembanding dari dua mata uang yang telah ditentukan. Hal
ini terjadi karena kedua mata uang tersebut, salah satu atau keduanya, tidak
memiliki pasar valas yang aktif, sehingga tidak semua mata uang yang ditentukan
sama dengan mata uang lainnya. Misalnya, kurs Rupiah dalam mata uang Krona
Swedia jarang ditemukan, namun kurs kedua mata uang selalu tersedia dalam USD.
Kurs masing-masing mata uang tersebut dapat dibandingkan dalam USD, sehingga
dapat ditentukan kurs antara Rupiah dan Krona.
3. Kurs
Spot dan Kurs Forward
Kurs spot (Spot exchange rates)
adalah kurs mata uang yang penyerahan atau pengiriman pada hari yang sama atau
maksimal dalam 48 jam dapat dibeli atau dijual. Kurs forward (Forward exchange
rate) adalah Kurs yang pengirimannya ditentukan sekarang berdasarkan
kontrak forward sejumlah mata uang di masa mendatang.
Menurut Sukirno (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tukar, yaitu:
1. Perubahan
dalam cita rasa masyarakat
Corak konsumsi masyarakat
dipengaruhi oleh cita rasa masyarakat itu sendiri. Perubahan corak konsumsi
atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun produk yang diimpor.
Keinginan mengimpor barang berkurang jika kualitas barang-barang di dalam
negeri diperbaiki hal ini bisa juga untuk menaikkan ekspor. Perubahan ini
mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.
2. Perubahan
harga barang ekspor dan impor
Harga dari suatu barang
merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan apakah suatu barang akan
diimpor ataupun diekspor. Naiknya ekspor disebabkan karena harga yang relatif
murah atas barang-barang yang dijual di dalam negeri dan ekspor akan berkurang
ketika harga barang-barang tersebut naik. Namun, pengurangan harga barang impor
menambah jumlah impor. Perubahan harga-harga barang ekspor maupun impor menyebabkan
perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut.
3. Kenaikan
harga umum (Inflasi)
Kurs pertukaran valuta
asing sangat dipengaruhi oleh inflasi. Nilai sesuatu valuta asing yang turun
umumnya disebabkan oleh inflasi. Kecenderungan seperti ini wujud disebabkan
efek inflasi yaitu harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di
luar negeri dan oleh sebab itu inflasi berkecenderungan menambah impor selain
itu Inflasi menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh
karena itu inflasi berkecenderungan mengurangi ekspor.
4.
Perubahan suku bunga dan tingkat
pengembalian investasi
Aliran
modal sangat dipengaruhi oleh suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Modal dalam negeri mengalir ke luar negeri disebabkan oleh suku bunga dan
tingkat pengembalian investasi yang rendah. Sedangkan modal luar negeri masuk
ke negara itu disebabkan oleh suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
yang tinggi. Nilai mata uang suatu negara bertambah apabila lebih banyak modal
mengalir sesuatu negara, permintaan ke atas mata uangnya bertambahnya.
Sebaliknya Nilai mata uang sesuatu negara akan merosot apabila lebih banyak
modal negara dialirkan ke luar negeri yang disebabkan oleh suku bunga dan
tingkat pengembalian investasi yang tinggi di negara-negara lain.
5. Pertumbuhan
Ekonomi
Kemajuan ekonomi terhadap nilai mata
uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonominya. Efek yang akan
diakibatkan oleh sesuatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya apabila
kemajuan itu terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas
mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya oleh karena itu
nilai mata uang negara tersebut naik. Akan tetapi, apabila kemajuan tersebut
menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang
negara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai
mata uang negara tersebut akan merosot.
Return
saham merupakan hasil bersih yang akan diterima oleh investor. Menurut Tandellin (2010) return saham merupakan salah satu faktor yang membuat investor
termotivasi untuk berinvestasi karena return
berupa suatu imbalan yang akan diterima oleh investor yang berani menanggung
resiko atas investasi yang dilakukannya. Return investasi terdiri dari dua
komponen utama, yaitu:
1. Yield
Yield
merupakan suatu investasi yang menghasilkan cerminan dari aliran kas atau
pendapatan secara periodik. Yield
berupa angka nol (0) dan positif (+).
2. Capital gain (loss)
Capital
gain (loss) merupakan suatu kenaikan (penurunan)
harga yang menguntungkan (merugikan) bagi investor. Capital gain berupa angka
minus
(-), nol (0) dan positif (+).
Perhitungan
return saham menurut (Putra, 2019) dirumuskan sebagai berikut:
RSb = Pb
– Pb-1 x 100% ................................................................... (2.4)
Pb-1
Keterangan:
RSb = Return saham bulanan
Pb = harga saham pada periode bulan ke-b
Pb-1 = harga saham pada periode bulan sebelumnya
(b-1)
2.2 Penelitian
Terdahulu
Beberapa peneliti telah
melakukan penelitian tentang Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai
Tukar Rupiah terhadap Return Saham.
Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan
dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
mencakup variabel dependen dan independen.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian
Terdahulu
Nama Peneliti
|
Variabel
|
Model Penelitian
|
Hasil Penelitian
|
Adeputra dan Wijaya (2016)
|
Nilai Tukar, NPM, ROA, Suku Bunga, Inflasi
|
Analisis Regresi Berganda
|
Nilai
Tukar berpengaruh positif dan signifikan terfadap return saham, sedangkan NPM, ROA, Inflasi tidak berpengaruh
terhadap return saham dan Suku
Bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
|
Lanjutan Tabel 2.1
Buana dan Haryanto, (2016)
|
Nilai
Tukar, Suku Bunga, Risiko Pasar, dan Volume Perdagangan
|
Regresi
Linier Berganda
|
Nilai Tukar dan Suku Bunga
berpengaruh positif terhadap return saham
sedangkan Risiko Pasar dan Volume perdagangan tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
|
Jamaludin et
al. (2017)
|
ER, CPI, MS
|
Panel
Data Regression Analysis
|
ER
dan MS berpengaruh
positif terhadap return saham,
sedangkan CPI berpengaruh negatif
terhadap return saham.
|
Karim (2015)
|
EPS, DPS,Struktur
Modal, Profitabilitas, Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar
|
Regresi
Linier Berganda
|
EPS,
Struktur
Modal, tidak berpengaruh terhadap return
saham, DPS, Profitabilitas, Suku
Bunga, Nilai Tukar berpengaruh positif terhadap return saham, inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham.
|
Lindayani, Kt, dan Dewi
(2016)
|
DER,
Inflasi, ROA
|
Path Analysis
|
DER, Inflasi, dan ROA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham.
|
Pervaiz et al.
(2018)
|
Money supply (M2), ER, (CPI) and interest
rates (91 T bill rates)
|
Regresi
linier
|
M2
dan
CPI berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham
sedangkan Exchange rates berpengaruh negatif terhadap return saham dan interest rates tidak berpengaruh terhadap return saham.
|
Lanjutan Tabel 2.1
Saputra dan Dharmadiaksa (2016)
|
Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Leverage, Profitabilitas
|
Regresi Linier Berganda
|
Tingkat
Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham, sedangkan Leverage dan Profitabilitas
berpengaruh positif terhadap return
saham.
|
Setyaningrum dan
Muljono (2016)
|
Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai Tukar
|
Analisis Regresi Linier Berganda
|
Inflasi
dan Nilai Tukar tidak berpengaruh terhadap return saham, sedangkan Suku Bunga SBI berpengaruh positif
terdahap return saham.
|
Sudarsono dan Sudiyanto (2016)
|
Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar
Ukuran Perusahaan, ROA, DER
|
Regresi Linier Berganda
|
Inflasi
berpengaruh negative signifikan terhadap
return saham, Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar dan Ukuran Perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap return
saham, ROA berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap return
saham dan DER berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap return
saham.
|
Suriyani dan Sudiarta (2018)
|
Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar
|
Linier Berganda
|
Tingkat
Suku Bunga berpengaruh positif dan tidak signifikan pada return saham, sedangkan Inflasi dan Nilai Tukar berpengaruh
negatif dan tidak signifikan pada return
saham.
|
Sumber:
Peneliti (2019)
2.3 Kerangka
Pemikiran
Melihat adanya fenomena gap dan research gap yang terjadi, serta banyaknya teori serta penelitian yang telah
ada sebelumnya sangatlah beragam sehingga membuat penulis ingin meneliti lebih
lanjut hal tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi return saham, namun pada penelitian ini faktor yang akan dibahas
adalah Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai Tukar Rupiah.
Gambar 2.1
Inflasi
|
H1
|
RETURN SAHAM
|
Suku Bunga Kredit
|
Nilai Tukar Rupiah terhadapUSD
|
H2
|
H3
|
H4
|
Sumber: Peneliti (2019)
2.4 Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan
pustaka, kerangka pemikiran, serta penelitian terdahulu yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis mengajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini.
Hipotesis tersebut merupakan pemikiran sementara yang akan diterima apabila
hasil pengujian data menunjukkan bahwa hipotesis ini benar, namun jika hasil
pengujian data menunjukkan bahwa hipotesis ini salah maka hipotesis ini akan
ditolak. Penelitian ini akan menunjukkan hipotesis sementara antara pengaruh
Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Saham apakah akan berpengaruh
positif signifikan, negatif signifikan, atau bahkan tidak berpengaruh sama
sekali.
2.4.1 Pengaruh Inflasi terhadap Return Saham
Perubahan Inflasi dapat mempengaruhi
pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Profitabilitas
perusahaan akan menurun ketika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari
peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan (Tandellin, 2010). Efek
dari penurunan laba bersih perusahaan akan menurunkan laba per saham dan akan
mengakibatkan turunnya harga saham di pasar (Samsul, 2006). Penurunan harga
saham di pasar akan menurunkan return yang
akan diterima oleh investor. Inflasi yang tinggi akan menurunkan return saham yang akan diterima oleh
investor, sehingga inflasi yang tinggi memiliki hubungan negatif dengan pasar
saham (Sunariyah, 2011). Penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian
terdahulu Faoriko dan Sadono (2013); Karim (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
negatif antara inflasi terhadap return
saham. Berdasarkan argumentasi dan studi pustaka yang telah dijelaskan, maka
dapat diajukan hipotesis penelitian sementara yaitu:
H1: Inflasi berpengaruh negatif
signifikan terhadap return saham.
2.4.2 Pengaruh Suku Bunga Kredit terhadap Return Saham
Perubahan suku bunga kredit akan
mengakibatkan perubahan terhadap return
saham. Menurut Karim (2015) biaya pinjaman yang lebih rendah disebabkan
oleh suku bunga pinjaman yang rendah. Harga saham secara terbalik akan
dipengaruhi oleh perubahan suku bunga yang meningkat. Artinya, ketika suku
bunga meningkat, maka harga saham akan menurun, cateris paribus (Tandellin,
2010). Return saham yang diterima
oleh investor akan menurun disebabkan oleh penurunan dari harga saham.
Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Faoriko dan Sadono
(2013); Saputra dan
Dharmadiaksa (2016) menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan
negatif antara suku bunga terhadap return
saham. Berdasarkan argumentasi dan studi pustaka yang telah dijelaskan, maka
dapat diajukan hipotesis penelitian sementara yaitu:
H2:
Suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham.
2.4.3 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Saham
Stabilitas perekonomian negara dapat dilihat
dari nilai tukar masing-masing negara. Mata uang yang pergerakannya stabil
biasanya mencerminkan baiknya keadaan
perekonomiannya, namun apabila pergerakan mata uang negara tidak menentu
dan cenderung melemah maka negara tersebut sedang mengalami perekonomian yang
buruk (Kristanto
& Idris, 2016). Tingkat pengembalian saham-saham yang
beredar akan memiliki penurunan yang sebanding apabila ekonomi di masa depan
buruk (Ang, 2010). Namun jika ekonomi nampaknya akan kuat, refleksi harga saham
akan baik pula. Harga saham yang membaik menyebabkan kenaikan return saham yang diterima investor.
Menurut Tandelilin (2010) Nilai tukar
merupakan sinyal positif, artinya harga saham akan meningkat ketika nilai tukar
juga meningkat (kurs terapresiasi), sebaliknya harga saham akan menurun ketika
nilai tukar juga menurun (kurs terdepresiasi). Meningkatnya harga saham yang disebabkan oleh
peningkatan dari nilai tukar mengakibatkan peningkatan terhadap return saham. Penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Adeputra dan
Wijaya (2016); Buana dan Haryanto (2016) hasil penelitiannya yaitu terdapat hubungan
positif antara kurs terhadap return
saham. Berdasarkan argumentasi dan studi pustaka yang telah dijelaskan, maka
dapat diajukan hipotesis penelitian sementara yaitu:
H3: Nilai Tukar Rupiah berpengaruh
positif signifikan terhadap return
saham.
2.4.4
Pengaruh Kelayakan Model terhadap Return Saham
Return saham merupakan cerminan untuk melihat kondisi
perusahaan. Return Saham dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor fundamental maupun faktor makroekonomi. Faktor
makroekonomi pada penelitian ini yaitu inflasi, suku bunga kredit dan nilai
tukar rupiah. Kelayakan model diduga saling berpengaruh signifikan terhadap return saham sehingga layak untuk
diteliti. Penelitian terdahulu yang ditiliti oleh Setyaningrum dan
Muljono (2016)
dan Suriyani dan Sudiarta (2018) hasil penelitiannya yaitu terdapat pengaruh antara
inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap return saham sehingga model tersebut layak untuk diteliti.
H4: Model yang digunakan dalam
penelitian ini layak untuk menjelaskan return
saham.
Langganan:
Postingan (Atom)